Kamis, 19 Juli 2012

Menentukan Awal Puasa dan Awal Lebaran

Wa'alaikum Salam Wr. Wb.

Puasa Ramadhan wajib dimulai apabila dijumpai salah satu hal berikut:
  1. Terlihatrnya hilal (bulan sabit awal bulan) Ramadhan. Dalam sebuah hadits Rasullah bersabda, "Puasalah mulai hilal (Ramadhan) terlihat, dan berbukalah mulai hilal (Syawal) terlihat" (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Daruquthni, dll.).
  2. Apabila Bulan Sya'ban telah genap 30 hari.
  3. Apabila hilal tidak mungkin terlihat, karena mendung atau kabut. Dalam hal ini ulama berbeda pendapat. Menurut mazhab Hanafi, Syafi'i dan Maliki, tidak boleh puasa pada tanggal 30 Sya'ban dengan berlandaskan hadits, "Apabila tidak dimungkinkan melihat hilal, maka sempurnakanlah Sya'ban 30 hari" (H.R. Bukhari dll.). Dalam hadits lain juga disebutkan bahwa Rasulullah melarang puasa pada hari yang diragukan, tanggal 30 Sya'ban merupakan hari yang diragukan apabila tidak dimungkinkan melihat hilal. Kondisi ini juga termasuk pada saat penanggalan/tarikh (ahli hisab) telah menyatakan bahwa hilal muncul dan terbenam sebelum matahari terbenam pada tanggal 29 Sya'ban, sehingga tidak mungkin dilakukan rukyah.

Namun sebagian ulama berpendapat apabila penanggalan (ahli hisab) menyatakan dengan yakin bahwa hilal sudah bisa dilihat pada tanggal 29 Sya'ban hingga setelah matahari terbenam dan memungkinkan rukyah bila tidak ada halangan, maka bisa menggunakan pedoman hisab. Pendapat ini memperbolehkan menggunakan hisab dalam menentukan awal bulan Ramadhan.

Persoalannya, apakah perbedaan tempat mempengaruhi munculnya hilal? Ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Jumhur ulama (mayoritas ulama) menyatakan bahwa apabila hilal Ramadhan sudah terlihat di manapun di belahan bumi ini, maka telah wajib bagi umat Islam untuk memulai puasa. Kamal bin Humam (ulama Hanafi) mengatakan, "Apabila hilal Ramadhan telah terlihat di Mesir maka umat Islam di seluruh dunia telah wajib puasa. Apabila hilal terlihat di belahan Barat maka mereka yang ada di belahan Timur dunia telah wajib puasa, dan seterusnya. Sesuai dengan hadits yang mengatakan, 'Berpuasalah mulai hilal puasa terlihat'. Ini menunjukkan ketentuan umum dan di manapun ketika ada orang yang telah melihat hilal".

Sementara itu, Mazhab Syafi'i mengatakan bahwa perbedaan tempat mempengaruhi munculnya hilal. Apabila hilal terlihat di satu negara, belum tentu terlihat di negara lain. Dalam hal ini puasa hanya wajib bagi umat Islam yang berada di negeri di mana hilal Ramadhan terlihat dan tidak wajib bagi meraka yang tinggal di negeri yang tidak terlihat hilal di sana. Apabila negara-negara tersebut berdekatan, seperti Indonesia dan Malaysia, misalnya, maka dianggap sebagai satu wilayah.

Sebagian besar ulama saat ini mengutamakan (mentarjih) pendapat pertama yang menyatakan tidak ada pengaruh tempat dalam masalah hilal. Perbedaan waktu yang hanya 2 sampai 6 jam dari satu tempat ke tempat lainnya menunjukkan bahwa dua wilayah tersebut mempunyai malam dan hari yang bersamaan, seperti antara Mesir, Pakistan, Indonesia dan Malaysia.

Pada zaman sekarang ini lebih mudah mengetahui hilal karena media komunikasi yang telah maju dan canggih. Kita bisa mendengarkan radio atau televisi untuk mengetahui bahwa hilal telah terlihat di salah satu negara Islam, sehingga kita bisa memulai puasa. Untuk lebih berhati-hati, tentunya akan lebih afdhal kita mulai puasa apabila telah ada yang melihat hilal di negeri Islam manapun. Pendapat ini juga mencerminkan semangat kesatuan dan persatuan umat Islam, bahkan pada masalah mulainya bulan Ramadhan.

Meskipun demikian, kita juga harus tetap menghargai pendapat yang menyatakan mungkinnya perbedaan waktu dimulainya puasa dari satu tempat ke tempat lainnya. Demikian juga keputusan pemerintah/negara yang menentukan awal bulan Ramadhan, baik dengan landasan rukyah atau hisab, selayaknya tetap kita hargai. Dan bagi orang awam tentu terserah mana saja yang lebih cocok untuk diikuti menurutnya .

Wallahu A'lam bi al-Shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar