Rabu, 19 Desember 2012

Pensil Kehidupan



Jurnal GelanTer, - Melihat Neneknya sedang asyik menulis Adi bertanya, “Nenek sedang menulis apa?”
Mendengar pertanyaan cucunya, sang Nenek berhenti menulis lalu berkata, “Adi cucuku, sebenarnya nenek sedang menulis tentang Adi. Namun ada yang lebih penting dari isi tulisan Nenek ini, yaitu pensil yang sedang Nenek pakai. Nenek berharap Adi dapat menjadi seperti pensil ini ketika besar nanti.”
“Apa maksud Nenek bahwa Adi harus dapat menjadi seperti sebuah pensil? Lagipula sepertinya pensil itu biasa saja, sama seperti pensil lainnya,” jawab Adi dengan bingung.
Nenek tersenyum bijak dan menjawab, “Itu semua tergantung bagaimana Adi melihat pensil ini. Tahukah kau, Adi, bahwa sebenarnya pensil ini mempunyai 5 kualitas yang bisa membuatmu selalu tenang dalam menjalani hidup.”
“Apakah Nenek bisa menjelaskan lebih detil lagi padaku?” pinta Adi
“Tentu saja Adi,” jawab Nenek dengan penuh kasih
“Kualitas pertama, pensil dapat mengingatkanmu bahwa kau bisa melakukan hal yang hebat dalam hidup ini. Layaknya sebuah pensil ketika menulis, kau jangan pernah lupa kalau ada tangan yang selalu membimbing langkahmu dalam hidup ini. Kita menyebutnya tangan Tuhan, Dia akan selalu membimbing kita menurut kehendakNya”.
“Kualitas kedua, dalam proses menulis, kita kadang beberapa kali harus berhenti dan menggunakan rautan untuk menajamkan kembali pensil yang kita pakai. Rautan itu pasti akan membuat pensil menderita. Tapi setelah proses meraut selesai, pensil itu akan mendapatkan ketajamannya kembali. Begitu juga denganmu, dalam hidup ini kau harus berani menerima penderitaan dan kesusahan, karena merekalah yang akan membuatmu menjadi orang yang lebih baik”.
“Kualitas ketiga, pensil selalu memberikan kita kesempatan untuk mempergunakan penghapus, untuk memperbaiki kata-kata yang salah. Oleh karena itu memperbaiki kesalahan kita dalam hidup ini, bukanlah hal yang jelek. Itu bisa membantu kita untuk tetap berada pada jalan yang benar”.
“Kualitas keempat, bagian yang paling penting dari sebuah pensil bukanlah bagian luarnya, melainkan arang yang ada di dalam sebuah pensil. Oleh sebab itu, selalulah hati-hati dan menyadari hal-hal di dalam dirimu”.
“Kualitas kelima, adalah sebuah pensil selalu meninggalkan tanda/goresan. Seperti juga Adi, kau harus sadar kalau apapun yang kau perbuat dalam hidup ini akan meninggalkan kesan. Oleh karena itu selalulah hati-hati dan sadar terhadap semua tindakan”.
“Nah, bagaimana Adi? Apakah kau mengerti apa yang Nenek sampaikan?”
“Mengerti Nek, Adi bangga punya Nenek hebat dan bijak seperti nenek.”
Begitu banyak hal dalam kehidupan kita yang ternyata mengandung filosofi kehidupan dan menyimpan nilai-nilai yang berguna bagi kita. Semoga memberikan manfaat.

NB : Diambil dari tulisan Syaiful Hadi, Pelukis senja

Minggu, 02 Desember 2012

Apa Fungsi Jilbab (Part II) ?

Jurnal GelanTer - Dulu, waktu masih belum begitu paham dengan agama, seya sering berpikir tentang fungsi jilbab, kare wanita-wanita yang saya lihat memakai jilbab hanya pada saat-saat tertentu dan tempat-tempat tertentu. Mindset tentang fungsi jilbab sering berubah-rubah. Pertam sekali atau awal-awal saya mengenal cewek, Masih jarang yang memakai jilbab, mayoritas yang memakai jilbab adalah mereka yang nggak neko-neko…. alim githu lah,, dan itu pula yang membuat mindset saya waktu itu kalau lihat cewek yang memakai jilbab, saya otomatis berpikir bahwa "wah,, dia kalau bergaul nggak neko-neko..” tetapi ketika melihat ada teman yang juga memakai jilbab, tetapi perilakunya tidak seperti teman-teman yang lain, dia lebih ceria, bergaul dengan enaknya dengan teman laki-laki,maka saya berpikir bahwa teman saya yang ini adalah pengecualian. Saya yang masih na’if waktu berpikr,, “wah, boleh y,,? bisa y,,? Perempuann berjilbab jingkrak-jingkrak dan berperilaku yang tidak kalem atau lemah lembut??”

Jaman itu kan emang masih sedikit perempuan yang makai jilbab yang saya temui dalam keseharian saya. Jadi saya pada waktu ittu berfikir bahwa hanya mereka yang benar-benar sudah paham agamalah yang bakal memakai jilbab.

Waktu berlalu.

Semakin lama jumlah perempuan yang memakai jilbab semakin banyak. Di keseharian saya saat ini sangat sering melihat perempuan-perempuan memakai jilbab. Satu pemandangan yang cukup menarik perhatian saya adalah pada ibu-ibu didesa yang rata-rata berusia sepuh atau tua. Kalau sekitar lima belas tahun yang lalu mereka pergi ya hanya memakai kebaya dan kain jarik, kemudian bersepeda untuk pergi kerja, sekarang penampilannya sedikit berubah. Ditambah dengan jilbab, sementara kebaya dan kain jariknya masih sama.

Fungsi jilbab menurut saya menjadi berubah dalam kehidupan sosial. Kebanyakan ibu-ibu Muslim (termasuk Ibu saya), yang kalau sekedar keluar dari rumah untuk belanja sayur di pedagang keliling yang mangkal di depan rumah, mereka tidak akan memakai jilbab. Tapi kalau pergi agak jauh atau pergi ke acara-acara pertemuan begitu, mereka akan mengenakan jilbab. Saya belum pernah bertanya sih kepada mereka tentang mengapa ada pembedaan pemakaian jilbab itu untuk di area publik dekat rumah dan yang jauh dari rumah. Disini saya melihat jilbab punya fungsi sebagai alat identitas dalam berinteraksi atau bergaul atau ntahlah, mungkin sesuatu alas an yang belum terpikirkan oleh saya…
Tidak sedikit juga sekarang ini ada beberapa institusi pendidikan mewajibkan siswi mereka yang Muslim untuk memakai jilbab ketika ada di lingkungan sekolah atau kampus. Padahal kalau di luar lingkungan sekolah atau kampus, para siswi ini adalah perempuan-perempuan yang tidak berjilbab. Jilbab menjadi punya fungsi untuk penyeragaman.

Nah, fenomena yang baru adalah dari para perempuan yang terjerat kasus-kasus hukum di Indonesia ini. Di berbagai tayangan televisi kita bisa melihat para perempuan yang sebelumnya tidak memakai jilbab, tiba-tiba ketika berhadapan dengan kasus hukum, hampir semuanya memakai jilbab, atau kerudung, atau pula sampai memakai cadar. Entah apa lagi alasan mereka memakai jilbab itu… Jilbab jadi punya fungsi untuk menyembunyikan identitas? Atau pencitraan?

Fungsi yang paling akhir saya temui ketika saya melihat berita tadi di sebuah televisi. Berita tentang joki tes masuk Fakultas Kedokteran UGM. Disitu ditayangkan, semua perempuan yang tertangkap, semuanya memakai jilbab! Hah! kaget juga saya. Kalau mereka itu memakai jilbab sebagai lambang bahwa mereka adalah Muslimah yang mengikuti peraturan Islam, lha ini kok secara berjamaah mereka melakukan praktik yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam?

Ketika koran pagi di rumah telah datang, saya membaca berita tentang joki tes masuk Fakultas Kedokteran itu. Terjawab pertanyaan saya. Ternyata jilbab punya fungsi untuk menyembunyikan alat komunikasi yang dipakai di telinga para joki tes perempuan itu. Seorang ibu dari joki tes itu juga heran ketika melihat anaknya ada di kantor polisi memakai jilbab, padahal sehari-harinya tidak memakai jilbab.

Yah, ternyata semakin tahun, manusia semakin “kreatif” dalam memfungsikan jilbab.
Dari saya pribadi juga akhirnya mempunyai perubahan mind set. Kalau dulu ketika melihat perempuan berjilbab saya akan langsung berpikir “wah, alim nih.” Kalau sekarang? “tunggu dulu… apa nih maksud dia memakai jilbab?” hehe

berikut saya tampilkan beberapa gambar yang berkaitan dengan JILBAB..
1. gambar berikut mungkinhanya kata puasa,, tapi sebenarnya yang lebih menarik itu adalah "sholat tapi tidak berjilbab"


 2. nah kalau yang ini hanya sedikit pesan singkat j,,, (bukan sms lho y,,, hehe)


 
 NB : gambar gambar ini hanya copas (copy paste, alias njiplak) dari internet.. hehe

Sabtu, 01 Desember 2012

Dosa yang Lebih Besar dari Zina



Jurnal GelanTer - Pada suatu senja yang lenggang, terlihat seorang wanita berjalan terhuyung-huyung. Pakaiannya yang serba hitam menandakan bahwa ia berada dalam duka cita yang mencekam.
Kerudungnya menangkup rapat hampir seluruh wajahnya. Tanpa rias muka atau perhiasan menempel di tubuhnya. Kulit yang bersih, badan yang ramping dan roman mukanya yang ayu, tidak dapat menghapus kesan kepedihan yang tengah meruyak hidupnya.
Ia melangkah terseret-seret mendekati kediaman rumah Nabi Musa a.s.

Diketuknya pintu pelan-pelan sambil mengucapkan salam. Maka terdengarlah ucapan dari dalam “Silakan masuk.”
Perempuan cantik itu lalu berjalan masuk sambil kepalanya terus merunduk. Air matanya berderai tatkala ia berkata, “Wahai Nabi Allah. Tolonglah saya, Doakan saya agar Tuhan berkenan mengampuni dosa keji saya.”
“Apakah dosamu wahai wanita?” tanya Nabi Musa as terkejut.
“Saya takut mengatakannya,” jawab sang wanita.
“Katakanlah jangan ragu-ragu!” desak Nabi Musa.
Maka perempuan itupun terpatah bercerita, “Saya ……telah berzina.”
Kepala Nabi Musa terangkat, hatinya tersentak.
Perempuan itu meneruskan, “Dari perzinaan itu saya pun…. lantas hamil. Setelah anak itu lahir, langsung saya….. cekik lehernya sampai….. tewas”, ucap wanita itu seraya menangis sejadi-jadinya.
Nabi Musa as berapi-api matanya. Dengan muka berang ia menghardik, “Perempuan bejad, enyah kamu dari sini! Agar siksa Allah tidak jatuh ke dalam rumahku karena perbuatanmu. Pergi!” teriak Nabi Musa sambil memalingkan mata karena jijik.
Perempuan berewajah ayu dengan hati bagaikan kaca membentur batu, hancur luluh segera bangkit dan melangkah surut. Dia terantuk-antuk ke luar dari dalam rumah Nabi Musa as.
Ratap tangisnya amat memilukan. Ia tak tahu harus kemana lagi hendak mengadu. Bahkan ia tak tahu mau di bawa kemana lagi kaki-kakinya. Bila seorang Nabi saja sudah menolaknya, bagaimana pula manusia lain bakal menerimanya? Terbayang olehnya betapa besar dosanya, betapa jahat perbuatannya.
Ia tidak tahu bahwa sepeninggalnya, Malaikat Jibril turun mendatangi Nabi Musa. Sang Ruhul Amin Jibril lalu bertanya, “Mengapa engkau menolak seorang wanita yang hendak bertobat dari dosanya? Tidakkah engkau tahu dosa yang lebih besar daripadanya?”
Nabi Musa terperanjat. “Dosa apakah yang lebih besar dari kekejian wanita pezina dan pembunuh itu?”
Maka Nabi Musa dengan penuh rasa ingin tahu bertanya kepada Jibril. “Betulkah ada dosa yang lebih besar dari pada perempuan yang nista itu?”
“Ada!” jawab Jibril dengan tegas.
“Dosa apakah itu?” tanya Musa kian penasaran.
Orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja dan tanpa menyesal. Orang itu dosanya lebih besar dari pada seribu kali berzina.”
Mendengar penjelasan ini Nabi Musa kemudian memanggil wanita tadi untuk menghadap kembali kepadanya. Ia mengangkat tangan dengan khusuk untuk memohonkan ampunan kepada Allah untuk perempuan tersebut.
Nabi Musa menyadari, orang yang meninggalkan sembahyang dengan sengaja dan tanpa penyesalan adalah sama saja seperti berpendapat bahwa sembahyang itu tidak wajib dan tidak perlu atas dirinya. Berarti ia seakan-akan menganggap remeh perintah Tuhan, bahkan seolah - olah menganggap Tuhan tidak punya hak untuk mengatur dan memerintah hamba - Nya.
Sedang orang yang bertobat dan menyesali dosanya dengan sungguh-sungguh berarti masih mempunyai iman didadanya dan yakin bahwa Allah itu berada di jalan ketaatan kepada-Nya. Itulah sebabnya Tuhan pasti mau menerima kedatangannya.