[Jurnal Gelanter,] Banyak cara menuju surga, namun di balik itu banyak jalan justru membawa manusia menuju ke neraka. Niatnya baik, tapi cara atau metodenya salah, niatnya mengajak orang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, tapi cara yang digunakannya mencaci maki, menghina dan memburuk-burukan pihak lain yang tak sepaham dengannya.
Seakan
surga dia yang punya dan pihak lain yang tak sepaham dengannya masuk neraka
semuanya. Jadi kebenaran ada di tangannya sendiri, pihak lain yang sama-sama
muslim ketika berbeda pendapat dengannya justru dimaki-maki, dihina dijadikan
bahan gunjingan yang mengaksyikan, dengan kata-kata kasarnya saudaranya sesama
muslim “dibantainya!” dipermalukan di depan umum. Menyedihkan, dakwahnya
bukan mengajak, tapi mengejek!
Maka
dari itu Yahya Ar Razi pernah mengatakan,” hendaknya orang mukmin mendapat
keuntungan dari anda minimal tiga hal:
- Apabila anda tidak memberikan manfaat padanya, janganlah anda merugikannya.
- Apabila anda tak dapat membahagiakannya, maka janganlah menyusahkannya.
- Apabila anda tak memujinya, maka janganlah mencelanya.
Itulah
pedoman singkat bagi kita ummat Islam untuk menghormati saudara sesama muslim
yang tidak sepaham atau tidak sejalan dengan pemikiran atau pendapat kita, agar
dalam naungan Islam, manusia dapat menjadi permata hati, selamat hatinya,
terlepas dari rasa iri dan dengki, serta bersih dari sikap hasud dan benci,
apalagi sampai mencaci maki, mecela dan menyakiti.
Islam
adalah agama pertengahan yang selalu menjaga diantara yang radikal dengan yang
lemah, Islam adalah agama pertengahan, agama yang selalu menjujung tinggi
kebaikan dan tak mudah menyalahkan pihak lain atau orang lain yang seiman.
Nabi
adalah semulia-mulia manusia, Beliau mengajarkan kepada kita semua untuk
berlaku lemah lembut dan tak mudah mengkafirkan sesama muslim, apapun
perbedaan pendapat dan mazhabnya. Islam disebarkan dengan kelembutan bukan
dengan kekerasan dan menghina paham orang lain atau kelompok lain yang berbeda
pendapat.
Nabi
tak pernah mengajarkan untuk memaki pihak lain, menghina pihak lain dan mudah
mengkafirkan orang lain yang sama-sama akidahnya, sama-sama syahadatnya, sama
dalam gerakan dan bacaan sholatnya, sama iman dan Islamnya, sama dengan tata
cara zakat, puasa dan hajinya. Bila seandainya pun berbeda, mereka juga punya
dalil sendiri, yang bisa saja benar. Tak mengklaim kebenaran milik pribadi,
kebenaran datangnya dari allah SWT. Dan yang mutlak benar hanya Allah SWT
dan rosulnya, sedangkan kebenaran manusia itu relative adanya.
Abu
Bakar Siddiq ketika dilantik menjadi khalifah berkata: “ Aku telah diangkat
oleh kalian menjadi pemimpin kalian, dan aku tak lebih baik dari kalian, maka
bila aku benar ikutilah aku, dan bila aku salah luruskan aku” sebuah sikap
yang mata bijaksana dari seorang pemimpin yang rendah hati, yang tak merasa
paling benar sendiri, yang tak merasa hebat sendiri dan dengan rendah hati
minta diluruskan bila melakukan kesalahan!
Bukan
merasa diri paling hebat dan menyalahlan pihak lain yang tak sepaham dengannya,
bahkan berani mengklaim diri paling benar penuh dengan emosional, menghantam
pihak lain yang tak sependapat dengannya. Islam adalah agama buat semua
orang, buat semua golongan dan pada awalnya Islam tak bermazhab. Dan
bilapun ada mazhab yang empat itu, bukan malah saling menyalahkan, tapi saling
melengkapi dan saling mengisi penuh dengan simpati, toleransi dan empati. Kalau
sesama muslim saja saling bermusuhan, bagaimana dengan pihak lain akan
menghormati ummat Islam? Pantas saja Islam tak maju-maju, karena ummatnya
sering kali berseteru.
Islam
disebarkan oleh nabi dengan kelembutan, bukan dengan kekerasan dan kebencian.
Jikapun dapat dibenci dan dicaci maki, Nabi terus saja berdakwah dengan
penuh kelembutan dan tidak dengan caci maki dan penghinaan, dan yang tidak
mengikuti ajaran nabi, didoakan agar mendapat hidayah. Nabi selalu optimis
jika bukan sekarang, mungkin nanti di masa akan datang anak cucu mereka akan
mengikuti ajaran Islam dan beriman kepada Beliau. Dan ternyata benar, ingat
kisah penyebaran Islam di Thaif, Nabi bukan disambut tapi disambit dengan batu,
namun Nabi bukan mengutuk mereka, tapi mendoakannya.
Nabi
telah mencotohkan dalam penyebaran Islam dengan kasih sayang, bukan dengan
kekerasan dan pedang terhunus, apa lagi dengan cara anarkis dan
sebentar-sebentar merusak dan menghancurkan, wah ini jauh dari akhlak yang
diajarkan Nabi. Sesungguhnnya Islam adalah agama kasih sayang, agama yang penuh
dengan kelembutan dan cara mengajaknyapun dengan lemah lembut, bukan dengan
kekerasan. Dan bilapun ada yang iri, dengki maka dihadapi dengan tabah,
sabar dan ikhlas. Beliau kembalikan seluruh urusan kepadaNya, Sang Penguasa
Alam Semesta, Penguasa langit dan bumi, Dialah Allah SWT.
Rasulullah
bersabda:” Janganlah kalian saling mendengki, saling membenci, mancari cacat
orang lain, dan janganlah membujuk rayu dengan tipuan. Jadilah kalian
hamba-hamba Allah yang bersaudara” ( HR Bukhori dan Muslim).
Seorang
pendengki dan pencaci maki apabila melihat anda, maka dia akan mendengki anda.
Apabila anda tidak ada, maka dia akan menggunjingkan anda. Kedengkian terkadang
muncul dalam kritikan, dan membuka aib orang lain. Orang-orang yang dengki akan
merasakan nikmat yang luar biasa dengan menyebarkan cacat dan membuka aib orang
lain di tengah orang banyak dan tertawa dengan senangnya. Seakan kebenaran
adalah miliknya sendiri, orang lain salah semua! Seperti syurga dia yang
punya, orang lain semua masuk neraka, karena tak sepaham dengannya!
Sesama
muslim dikafirkannya. Orang yang sama-sama mengucapkan syahadatpun
disalahkannya, Orang belum sholat bukan diajaknya sholat tapi dihinakan, ya dia
kabur! Semua orang salah, salah dan salah, semua orang Islam yang tak sejalan
dengan pemikirannya disalahkan. Padahal para imam Mazhab pun yang benar-benar
ahli dalam bidang fiqih tak berani menyalahkan mazhab lainnya, mereka tetap
rendah hati, baik imam Syafi’I, Imam Maliki, Imam Hanafi maupun imam Hambali.
Mereka
para imam mazhab punya sifat rendah hati yang luar biasa, tak mengklaim
mazhabnya paling benar sendiri, tak mengklaim hasil pemikirannya benar sendiri,
bahkan mereka berkata:” pendapatku benar, tapi bisa saja salah, dan pendapat
mereka mungkin salah, tapi bisa juga benar” karena memang kebenaran yang
hakiki hanya milik Allah SWT, bukan milik manusia. Penadapat manusia bisa
benar, bisa juga salah, kebenaran manusia bersifat relative, tidak mutlak!
Dan
orang lain tidak bisa dihina dan dicaci maki karena pendapatnya berbeda dengan
anda. Bagaimanapun sesama muslim bersaudara dan sebuah tuduhan yang keji, bila
sesama muslim dikafirkan hanya karena berbeda pendapat, beda mazhab, beda
pemikiran, beda aliran, kecuali aliran sesat, beda pemahaman dan lain
sebagainya.
Lagipula
bila sesama muslim masih hidup, tak boleh divonis dia akan masuk neraka!
Mengapa? Karena Allah SWT yang membolak balik hati manusia, Allah yang
mengetahui kesucian hati manusia, dan Allah pula yang memberikan hidayah
pada seseorang dan kita tidak tahu akhir perjalan hidup orang lain.
Bisa
saja terjadi, dan ini banyak terjadi, orang yang tadinya penjahat, lalu
bertobat dan ketika meninggal dalam keadaan khusnul khotimah. Bisa saja
orang yang tadinya baik bisa menjadi penjahat, dan sebaliknya seorang yang tadi
penjahat kemudian tobat lalu “menjahit” imannya yang koyak-koyak hingga utuh
kembali. Dan bisa saja terjadi orang yang tadinya sholeh bisa salah, dan
orangnya yang tadinya salah menjadi sholeh, lalu mati dalam keadaan khusnul
khotimah, mati dalam keadaan baik.
KH
Saifudin Amsir, Rs Suriah PBNU ketika ditanya tentang orang yang berdakwa
melalui mimbar Jum’at mengatakan” Khutbah Jum’at bukan kendaraan untuk
meluapkan emosi. Gunakan khutbah Jum’at sebagai sarana pendidikan Islam,
perbanyak nasehat, menguatkan keimanan dan mengajak ketaqwaan. Jangan
mengatakan yang tak pantas dalam khutbah Jum’at, seorang khotib tak boleh
membawa urusan politiknya, kepentingan pribadinya dan kelompoknya di atas
mimbar Jum’at. Kalau ada orang yang mudah menyalahkan kelompok lain di
mimbar khutbah, dia telah gegabah membaca agama. Ini Bahaya! Bila
khutbahnya berisi serangan pada mazhab lain, itu perilaku absurd, baik dari
sisi syariat ataupun metode dakwah”
Jadi
mengajak orang kepada Islam lagi-lagi harus dengan kelembutan, kalimat
disampaikan adalah ajakan, bukan ejekan, amanah bukan amarah, rendah hati bukan
emosi, berbagi bukan mengusili, menyejukan bukan membuat hati panas dan
seterusnya. Itulah dakwah yang hakiki, dakwah yang membuat orang menjadi sejuk
di dalam masjid, mushollah atau di dalam pengajian, sehingga ketika mereka
pulang kerumah, mereka makin dekat kepada Allah SWT, bukan malah lari dari
Allah, karena salah metode yang menyampaikan.
Islam
adalah agama rakhmatan lil alamin, rakhmat bagi seluruh alam. Kalimat ini akan
menjadi boomerang manakala cara mendakwahkannya penuh dengan amarah, caci maki,
penuh hinaan pada pihak lain dan dengan punuh dengan kata-kata mengkafirkan
pada sesama muslim yang tidak sepaham.
namun, dari semua pendapat tetap ada hal-hal yang harus kita luruskan sepeti hal-hal yang sudah pasti.